Jumat, 26 Juni 2020

Hidup Hanya Sekali, Maka Nikmati


Pernah seuatu hari beberapa tahun yang lalu, saya merasakan sakit gigi dan sakit kepala yang amat sangat secara bersamaan. Rasanya sungguh masyaAllah luar biasa sakit. Pelipis kanan seakan –akan ditekan benda tumpul dengan sangat keras. Sedangkan gigi kanan bawah terasa cenut –cenut mau meledak yang irama pasang surut sakitnya seirama dengan tekanan aliran darah yang mengalir ke area gigi yang sakit. Nut..nut../ teng…teng..

Obat sakit gigi dan obat sakit kepala kala itu terasa hanya bersifat sebagai pereda saja, tidak mengobati, karena setelah saya menum obat, sakit yang saya rasakan tidak segera hilang hingga larut malam. Tapi alhamdulillahnya, ketika saya kesakitan, saya justru bisa tersenyum menikmati dan bergumam dalam hati “ masyaAllah, seperti ini to ternyata rasa sakit gigi dan sakit kepala”. Dalam keadaan sakit tersebut, banyak beberapa pemikiran –pemikiran yang muncul, misalnya seperti berikut : setiap rasa yang kita rasakan adalah anugerah. Rasa sakit, rasa sedih, rasa senang, rasa bangga, manis, pahit, dan sebagainya. Dengan adanya rasa –rasa tersebut, hidup jadi lebih dramatis, lebih fariatif, dan lebih menarik. Bayangkan jika tidak ada semua rasa tersebut, pasti kehidupan terasa sangat menjemukan dan membosankan.  Hambar.

Kenikmatan tidak hanya berpatok pada rasa saja, akan tetapi juga dapat berupa waktu, kesempatan, kemampuan atau potensi yang kita miliki lingkungan sekitar, keluarga, dan sebagainya. Manfaatkan semuanya semaksimal mungkin, semampu kita untuk menuju Allah SWT. Karena pada hakikatnya fungsi manusia dan jin diciptakan adalah untuk beribadah atau menyembah Allah SWT. Qs. Az-zariyat: 56

56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Pengabdian kita terhadap Allah bukanlah suatu paksaan yang mengekang, akan tetapi sebaliknya. Sebuah anugerah besar yang telah diberikan kepada kita. Bagaimana tidak. Perintah Allah tersebut tidak hanya sebatas perintah saja, akan tetapi juga telah lengkap dengan berbagai fasilitas pendukung yang gratis. Selain itu pengabdian kita juga hanya sebatas kemampuan kita saja, tidak lebih. Sebagaimana bunyi Qs At-Taghabun ayat 16 dibawah ini:
(
16. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu[1480]. dan Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung.
       
       [1480] Maksudnya: nafkahkanlah nafkah yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat.

Fasilitas lengkap, tugas jelas, buku pedoman atau panduan disiapkan, pengerjaannya semampunya (semaksimal diri kita), dan jika telah selesai akan mendapatkan imbalan yang sangat besar bahkan tak terbanding dengan apa yang telah kita kerjakan. maka nikmat mana lagi yang kau dustakan.

Berbagai fasilitas dan kenikmatan yang kita peroleh di dunia ini akan amat sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin. Oleh karena itu QS Al –Insyirah ayat 7 telah menjelaskan trik bagaimana cara untuk eminimalisir agar kenikmatan yang telah begitu banyak diberikan tidak mubazir berlalu dengan sia-sia.

7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain[1586],

[1586] Maksudnya: sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah Maka beribadatlah kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia Maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan: apabila telah selesai mengerjakan shalat berdoalah.

Tidak perlu tergesa –gesa akan tetapi setiap setelah menyelesaikan suatu perbuatan atau pekerjaan, kita harus segera mengerjaan sesuatu yang lain. Namun tetap melihat stamina kita, jika memang sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan seuah pekerjaan, kita harus istrahat, Jangan memaksakan diri. Ikuti alur kehidupan dengan segala potensi yang telah dititipkan.

Hidup sudah susah jangan ditambah susah. Entah darimana kalimat tersebut saya peroleh, namun sesekali lantunannya mengemuka timbul –tenggelam di angan –angan. Memikirkan hal –hal yang tidak perlu difikirkan dan repot mengurusi sesuatu yang bukan menjadi tanggungjawab kita adalah suatu hal yang buang –buang waktu dan tidak penting. Maksudnya bukan menjadi apatis, akan tetapi lebih kepada menghargai dan mempercayai orang lain. Tidak merasa paling bisa, paling benar. jika suatu pekerjaan bisa diselesaikan oleh satu orang, maka kita mengerjakan hal yang lain. Namun jika suatu pekerjaan membutuhkan dua orang dan yang harus mengisi kekosongan itu adalah kita maka kita baru harus mengisinya.

“Kesusu ki selak nyapo?, ra ndang ki ngenteni opo?” (tergesa gesa itu  mau ngapain ? tidak segera itu menunggu apa? ) adalah dua kalimat tanya bertentangan yang pernah diutarakan oleh ustadz Arif kepada saya dan beberapa teman seangkatan saat mengikuti kelasnya di ponpes Mbh Dul Plosokandang. Pondok mahasiswa yang dekat dengan kampus IAIN Tulungagung.

Kala itu beliau menceritakan masa –masa beliau saat mondok di Lirboyo.  Sebuah pondok yang rata-rata santrinya murni menekuni keilmuan kitap kuning. Pun juga sebuah pondok yang memiliki ribuan santri dengan berbagai usia. Dari remaja hingga dewasa, bahkan ada yang sudah menginjak kepala 3 (usia 30 tahun) lebih namun masih juga mondok di sana.

Beliau bercerita bahwa dahulu kiyainya bernah menasehati beberapa santri senior yang belum tuntas dalam menyelesaikan masa belajarnya dengan dua kalimat Tanya di atas. Adapun maksud dari kalimat Tanya yang pertama adalah jika memang masih dalam proses belajar, maka belajarlah yang tekun. Tidak usah terburu –buru ingin boyong (keluar dari pondok). Selesaikan. Semua butuh proses waktu yang tidak sebentar. Nikmati prosesnya maka Allah yang akan menentukan hasilnya. Adapun untuk maksud kalimat Tanya yang kedua adalah jangan membuang –buang waktu untuk bersantai –santai dan bermalas –malasan. Mumpung masih di pesantren, timbalah ilmu sebanyak –banyaknya. Jangan menunda –nunda. “nanti setelah ngopi saya akan mathla’ah (belajar)” namun begitu kopi sudah habis, malah disibukkan dengan kesibukan yang tidak bermanfaat lainnya.

Jadi intinya adalah, Menikmati hidup tidak sama dengan bermalas –malasan. tidak sama dengan membuang –buang waktu. tidak sama dengan hura –hura. Tidak sama dengan nongkrong sambil ghibah. Tidak sama dengan keluyuran tanpa tujuan yang jelas dan hal –hal lainnya yang kurang jelas maksud dan tujuannya. Akan tetapi lebih kepada memanfaatkan seluruh potensi yang telah kita miliki dengan semaksimal mungkin. Ikhtiar, do’a dan tawakkal. Mengalir mengikuti aliran waktu dan terbang mengikuti tiupan angin.






4 komentar:

Prof. DR. Ngainun Naim, M. H. I.

Sebelum saya menceritakan beberapa kanangan saya terkait dengan Prof. DR. Ngainun Naim, M. H. I, saya ingin terlebih dahulu mengucapkan &quo...