Pernah seuatu hari beberapa tahun yang lalu, saya merasakan sakit gigi dan sakit kepala yang amat sangat secara bersamaan. Rasanya sungguh masyaAllah luar biasa sakit. Pelipis kanan seakan –akan ditekan benda tumpul dengan sangat keras. Sedangkan gigi kanan bawah terasa cenut –cenut mau meledak yang irama pasang surut sakitnya seirama dengan tekanan aliran darah yang mengalir ke area gigi yang sakit. Nut..nut../ teng…teng..
Obat
sakit gigi dan obat sakit kepala kala itu terasa hanya bersifat sebagai pereda
saja, tidak mengobati, karena setelah saya menum obat, sakit yang saya rasakan
tidak segera hilang hingga larut malam. Tapi alhamdulillahnya, ketika saya
kesakitan, saya justru bisa tersenyum menikmati dan bergumam dalam hati “
masyaAllah, seperti ini to ternyata rasa sakit gigi dan sakit kepala”. Dalam
keadaan sakit tersebut, banyak beberapa pemikiran –pemikiran yang muncul,
misalnya seperti berikut : setiap rasa yang kita rasakan adalah anugerah. Rasa
sakit, rasa sedih, rasa senang, rasa bangga, manis, pahit, dan sebagainya.
Dengan adanya rasa –rasa tersebut, hidup jadi lebih dramatis, lebih fariatif,
dan lebih menarik. Bayangkan jika tidak ada semua rasa tersebut, pasti
kehidupan terasa sangat menjemukan dan membosankan. Hambar.
Kenikmatan
tidak hanya berpatok pada rasa saja, akan tetapi juga dapat berupa waktu,
kesempatan, kemampuan atau potensi yang kita miliki lingkungan sekitar,
keluarga, dan sebagainya. Manfaatkan semuanya semaksimal mungkin, semampu kita
untuk menuju Allah SWT. Karena pada hakikatnya fungsi manusia dan jin
diciptakan adalah untuk beribadah atau menyembah Allah SWT. Qs. Az-zariyat: 56
56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.
Pengabdian
kita terhadap Allah bukanlah suatu paksaan yang mengekang, akan tetapi
sebaliknya. Sebuah anugerah besar yang telah diberikan kepada kita. Bagaimana
tidak. Perintah Allah tersebut tidak hanya sebatas perintah saja, akan tetapi
juga telah lengkap dengan berbagai fasilitas pendukung yang gratis. Selain itu
pengabdian kita juga hanya sebatas kemampuan kita saja, tidak lebih.
Sebagaimana bunyi Qs At-Taghabun ayat 16 dibawah ini:
(
16. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan
dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu[1480].
dan Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah
orang-orang yang beruntung.
[1480] Maksudnya:
nafkahkanlah nafkah yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat.
Fasilitas
lengkap, tugas jelas, buku pedoman atau panduan disiapkan, pengerjaannya
semampunya (semaksimal diri kita), dan jika telah selesai akan mendapatkan
imbalan yang sangat besar bahkan tak terbanding dengan apa yang telah kita
kerjakan. maka
nikmat mana lagi yang kau dustakan.
Berbagai
fasilitas dan kenikmatan yang kita peroleh di dunia ini akan amat sangat
disayangkan jika tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin. Oleh karena itu QS Al
–Insyirah ayat 7 telah menjelaskan trik bagaimana cara untuk eminimalisir agar
kenikmatan yang telah begitu banyak diberikan tidak mubazir berlalu dengan
sia-sia.
7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain[1586],
[1586] Maksudnya: sebagian ahli tafsir
menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah Maka beribadatlah
kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia Maka
kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan: apabila telah selesai
mengerjakan shalat berdoalah.
Tidak
perlu tergesa –gesa akan tetapi setiap setelah menyelesaikan suatu perbuatan
atau pekerjaan, kita harus segera mengerjaan sesuatu yang lain. Namun tetap
melihat stamina kita, jika memang sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan
seuah pekerjaan, kita harus istrahat, Jangan memaksakan diri. Ikuti alur
kehidupan dengan segala potensi yang telah dititipkan.
Hidup
sudah susah jangan ditambah susah. Entah darimana
kalimat tersebut saya peroleh, namun sesekali lantunannya mengemuka timbul
–tenggelam di angan –angan. Memikirkan hal –hal yang tidak perlu difikirkan dan
repot mengurusi sesuatu yang bukan menjadi tanggungjawab kita adalah suatu hal
yang buang –buang waktu dan tidak penting. Maksudnya bukan menjadi apatis, akan
tetapi lebih kepada menghargai dan mempercayai orang lain. Tidak merasa paling
bisa, paling benar. jika suatu pekerjaan bisa diselesaikan oleh satu orang,
maka kita mengerjakan hal yang lain. Namun jika suatu pekerjaan membutuhkan dua
orang dan yang harus mengisi kekosongan itu adalah kita maka kita baru harus
mengisinya.
“Kesusu
ki selak nyapo?, ra ndang ki ngenteni opo?” (tergesa gesa
itu mau ngapain ? tidak segera itu
menunggu apa? ) adalah dua kalimat tanya bertentangan yang pernah
diutarakan oleh ustadz Arif kepada saya dan beberapa teman seangkatan saat
mengikuti kelasnya di ponpes Mbh Dul Plosokandang. Pondok mahasiswa yang dekat
dengan kampus IAIN Tulungagung.
Kala
itu beliau menceritakan masa –masa beliau saat mondok di Lirboyo. Sebuah pondok yang rata-rata santrinya murni
menekuni keilmuan kitap kuning. Pun juga sebuah pondok yang memiliki ribuan
santri dengan berbagai usia. Dari remaja hingga dewasa, bahkan ada yang sudah
menginjak kepala 3 (usia 30 tahun) lebih namun masih juga mondok di sana.
Beliau
bercerita bahwa dahulu kiyainya bernah menasehati beberapa santri senior yang
belum tuntas dalam menyelesaikan masa belajarnya dengan dua kalimat Tanya di
atas. Adapun maksud dari kalimat Tanya yang pertama adalah jika memang masih
dalam proses belajar, maka belajarlah yang tekun. Tidak usah terburu –buru
ingin boyong (keluar dari pondok). Selesaikan. Semua butuh proses waktu yang
tidak sebentar. Nikmati prosesnya maka Allah yang akan menentukan hasilnya.
Adapun untuk maksud kalimat Tanya yang kedua adalah jangan membuang –buang
waktu untuk bersantai –santai dan bermalas –malasan. Mumpung masih di
pesantren, timbalah ilmu sebanyak –banyaknya. Jangan menunda –nunda. “nanti
setelah ngopi saya akan mathla’ah (belajar)” namun begitu kopi sudah
habis, malah disibukkan dengan kesibukan yang tidak bermanfaat lainnya.
Jadi
intinya adalah, Menikmati hidup tidak sama dengan bermalas –malasan. tidak sama
dengan membuang –buang waktu. tidak sama dengan hura –hura. Tidak sama dengan
nongkrong sambil ghibah. Tidak sama dengan keluyuran tanpa tujuan yang jelas
dan hal –hal lainnya yang kurang jelas maksud dan tujuannya. Akan tetapi lebih
kepada memanfaatkan seluruh potensi yang telah kita miliki dengan semaksimal
mungkin. Ikhtiar, do’a dan tawakkal. Mengalir mengikuti aliran waktu dan
terbang mengikuti tiupan angin.
Menarik. Inspiratif.
BalasHapusteimakasis pk Naim
BalasHapusTiap sesuatu memiliki masa, dan ada masa untuk tiap sesuatu. Ikut² ngunu aq kang,.
BalasHapusSiap tok poko'e. Hahaha
BalasHapus